
Bahan Bakar Nabati Alternatif Selain Sawit
Repost - kompas.com
Kuntoro Boga Kepala Pusat BSIP Perkebunan, Kementan
SEKTOR perkebunan di Indonesia memiliki potensi luar biasa untuk mendukung ketahanan energi nasional melalui produksi energi terbarukan. Tanaman-tanaman seperti kelapa sawit, jatropa, kemiri sunan, jarak kepyar, tebu, dan biomassa dari akar wangi tidak hanya dapat diolah menjadi biofuel dan energi, tetapi juga berperan penting dalam menjaga lingkungan dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Pemanfaatan tanaman-tanaman ini untuk produksi biodiesel dan bioetanol juga membuka peluang besar bagi Indonesia untuk menjadi salah satu pemain utama dalam transisi global menuju energi terbarukan. Sebagai contoh, kelapa sawit telah menjadi salah satu bahan baku utama biodiesel di Indonesia, dengan penerapan kebijakan mandatori B35 (campuran 35 persen biodiesel dengan 65 persen diesel) yang bertujuan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar impor.
Sejak program pemanfaatan biodiesel sawit tahun 2018 sampai 2023 saja tercatat sebesar 54,42 juta kl dan mampu menurunkan impor solar serta menghemat devisa negara sebanyak Rp 404,32 triliun. Begitu pula dengan jatropa, kemiri sunan, jarak kepyar, tebu dan biomassa dari akar wangi yang dapat menawarkan solusi energi terbarukan dengan dampak lingkungan yang lebih rendah. Berikut ulasan beberapa tanaman perkebunan yang juga memiliki potensi sebagai bahan bakar nabati untuk dapat dimanfaatkan seperti kelapa sawit.
Bioetanol dari Tebu
Tebu telah lama menjadi komoditas strategis di Indonesia, khususnya sebagai bahan baku utama dalam produksi gula. Namun, dengan meningkatnya kebutuhan energi bersih dan ramah lingkungan, tebu kini diakui sebagai bahan baku potensial untuk produksi bioetanol, bahan bakar nabati yang dapat menggantikan bensin.
Dengan kandungan gula yang tinggi, tebu sangat cocok untuk fermentasi menjadi bioetanol, menjadikannya solusi strategis untuk mendukung ketahanan energi nasional sekaligus menciptakan peluang ekonomi yang signifikan bagi petani dan masyarakat pedesaan. Bioetanol yang dihasilkan dari tebu memberikan berbagai manfaat lingkungan.
Sebagai bahan bakar terbarukan, bioetanol dapat dicampurkan dengan bensin untuk menghasilkan campuran bahan bakar yang lebih bersih dan berkelanjutan. Pembakarannya menghasilkan emisi karbon yang lebih rendah dibandingkan bahan bakar fosil, sehingga dapat mengurangi dampak buruk terhadap perubahan iklim.
Langkah ini sejalan dengan komitmen Indonesia dalam mendukung upaya global mengurangi emisi karbon. Selain itu, bioetanol dari tebu mendukung pemanfaatan produk sampingan seperti tetes tebu (molase), yang tidak mengganggu produksi gula untuk kebutuhan pangan nasional. Selain dampak positif terhadap lingkungan, pengembangan bioetanol dari tebu juga membawa manfaat ekonomi yang signifikan.
Diversifikasi produk tebu menjadi bioetanol membantu petani mengurangi risiko ekonomi akibat fluktuasi harga gula. Produksi bioetanol juga membuka peluang lapangan kerja baru di berbagai sektor, mulai dari budidaya tebu, pengolahan bioetanol, hingga distribusi energi. Dengan mendirikan pabrik pengolahan di dekat sentra produksi tebu, biaya transportasi dapat ditekan, meningkatkan efisiensi, dan memperkuat perekonomian pedesaan. Hal ini mendorong pengurangan kesenjangan ekonomi antara daerah perkotaan dan pedesaan.
Kemiri Sunan
Kemiri sunan (Reutealis trisperma) adalah tanaman yang memiliki potensi besar dalam produksi biodiesel serta berperan penting dalam upaya konservasi lingkungan. Biji kemiri sunan mengandung kadar minyak yang cukup tinggi, sekitar 40-50 persen, sehingga sangat cocok untuk diolah menjadi biodiesel. Biodiesel dari kemiri sunan memiliki nilai kalor yang tinggi, setara dengan biodiesel dari bahan baku lainnya seperti kelapa sawit.
Selain itu, sifat pembakaran biodiesel dari kemiri sunan lebih bersih dibandingkan dengan bahan bakar fosil, sehingga dapat membantu mengurangi emisi karbon dioksida Kemiri sunan juga menawarkan keuntungan dalam hal kemandirian energi di tingkat lokal, khususnya bagi wilayah-wilayah yang jauh dari akses energi konvensional. Selain potensinya sebagai bahan baku biodiesel, kemiri sunan juga efektif untuk konservasi lingkungan melalui kemampuannya menahan tanah dari erosi, terutama di daerah lereng dan kawasan yang rawan longsor.
Jatropa dan Jarak Kepyar
Jatropa (Jatropha curcas) dan jarak kepyar (Ricinus communis) telah lama dikenal sebagai tanaman dengan potensi tinggi dalam produksi biodiesel. Keduanya memiliki kemampuan tumbuh subur di lahan marginal, yaitu lahan yang tidak cocok untuk pertanian pangan karena rendahnya kesuburan tanah atau ketersediaan air yang terbatas.
Hal ini menjadikannya pilihan ideal sebagai bahan baku biodiesel tanpa mengganggu ketahanan pangan. Biji jatropa mengandung minyak nabati dengan kadar hingga 35-40 persen, sementara biji jarak kepyar memiliki kadar minyak sekitar 50-55 persen. Kandungan minyak yang tinggi ini membuat keduanya sangat efisien untuk diolah menjadi biodiesel.
Proses produksi biodiesel dari jatropa dan jarak kepyar melibatkan ekstraksi minyak dari biji, diikuti oleh proses transesterifikasi untuk menghasilkan biodiesel yang memenuhi standar internasional. Biodiesel dari tanaman ini memiliki sifat pembakaran yang lebih bersih dibandingkan bahan bakar fosil, dengan emisi karbon yang jauh lebih rendah.